PEMILUKADA dan OTONOMI DAERAH
Oleh
: Lina Nuryanti sari
1.
Urgensi
pilkada langsung
Berdasarkan
UU no. 12 tahun 2008 yang merupakan perbaikan dari UU no. 32 tahun 2004 tentang
pemerintahan daerah, pemilihan kepala daerah (bupati, walikota, gubernur)
dipilih langsung oleh rakyat. Sebelumnya berdasarkan UU no. 22 tahun 1999
pemilihan kepala daerah dipilih melalui DPRD. Pemilihan kepala daerah melalui
DPRD membawa kekecewaan pada masyarakat disebabkan karena, pertama politik oligarki yang dilakukan oleh DPRD dalam memilih
kepala daerah dimana kepentingan elit politik kerap memanipulasi kepentingan
masyarakat secara luas. Kedua mekanisme pemilihan kepala daerah cenderung
menciptakan ketergantungan kepala daerah kepada DPRD. Dampaknya, kepala daerah
lebih bertanggungjawab kepada DPRD daripada kepada masyarakat. Ketiga terjadi penghentian dan pencopotan
kepala daerah yang over dari anggota DPRD terhadap kepala daerah.
Beberapa
alasan yang mengharuskan adanya pemilihan kepala daerah secara langsung, yaitu
sebagai berikut :
1. Mengembalikan
kedaulatan ke tangan rakyat
2. Legitimasi
yang sama antara kepala daerah dan wakil kepala daerah dengan DPRD
3. Kedudukan
yang sejajar antara kepala daerah dan wakil kepala daerah dengan DPRD
4. UU
No. 22 tahun 2003 tentang Susunan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD
5. Mencegah
terjadinya politik uang.[1]
Pilkada
langsung memiliki sejumlah kelebihan, antara lain (1) untuk memutus politik
oligarki yang dilakukan sekelompok elit dalam penentuan kepala daerah; (2)
memperkuat checks and balances dengan DPRD; (3) legitimasi yang kuat karena
langsung mendapat mandat dari rakyat; (4) menghasilkan kepala daerah yang
akuntabel; (5) menghasilkan kepala daerah yang lebih peka dan rensponsif
terhadap kepentingan rakyat. ( Iwan K Hamdan, 2008: 14)
2.
Pemilihan
Kepala daerah dan Wakil Kepala daerah secara langsung
penyelenggara
Dalam
UU no 12 tahun 2003 penyelenggara pemilihan kepala daerah dan wakil kepala
daerah adalah KPUD.dalam melaksanakan tugas penyelenggaraan pemilihan kepala
daerah dan wakil kepala daerah KPUD bertanggungjawab kepada DPRD yang
bersangkutan. Namun secara organisatoris KPUD tetap bertanggungjawab kepada KPU
pusat.
Panitia Pengawas (Panwas)
Anggota
panitia pengawas untuk provinsi dan kabupaten/kota berjumlah masing-masing lima
orang, sedangkan untuk kecamatan, anggotanya tiga orang.Anggota panitia
pengawas terdiri dari unsur kepolisian, kejaksaan, perguruan tinggi, pers, dan
tokoh masyarakat. Apabila disalah satu daerah kabupaten/kota/kecamatan tidak
terdapat unsur-unsur tersebut, dapat diisi oleh unsur lainnya. Calon anggota
panitia pengawas kecamatan diusulkan oleh KPUD kabupaten/kota untuk ditetapkan
oelh DPRD.
Tugas
dan wewenang Panwas Pilkada meliputi ;
a. mengawasi
setiap tahapan penyelenggaraan Pilkada
b. menerima
laporan pelanggaran peraturan perundang-undang Pilkada
c. menyelesaikan
sengketa yang timbul dalam penyelenggaraan Pilkada
d. meneruskan
temuan dan laporan yang tidak dapat diselesaikan kepada instansi yang
berwenang.
e. Mengatur
hubungan koordinasi antar panitia pengawas pada semua tingkatan.
Pemantau
Pemantau
pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah, dapat dilakukan oleh Pemantau
Pemilihan yang berasal dari LSM dan badan hukum dalam negeri. Pemantau, untuk
dapat melakukan pemantauan, harus memenuhi syarat antara lain :
A. Bersifat
independen
B. Mempunyai
sumber dana yang jelas
C. Pemantau
harus mendaftar dan memperoleh akreditasi dari KPUD yang bersangkutan.
Setelah
selesai melakukan pemantauan, pemantau wajib menyampaikan laporan hasil
pemantauannya kepada KPUD yang bersangkutan, paling lambat tujuh hari setelah
pelantikan kepala daerah dan wakil kepala daerah terpilih.
Tahapan kegiatan pilkada langsung
Sesuai
ketentuan undang-undang dan peraturan pemerintah, tahapan pilkada dibagi
menjadi dua tahap. (1) tahap persiapan, (2) tahap pelaksanaan. Tahap persiapan meliputi :
·
DPRD memberitahukan kepada kepala daerah
dan KPUD mengenai berakhirnya masa jabatan
·
Kepala daerah berkewajiban untuk
menyampaakan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada pemerintah dan
laporan keterangan pertanggungjawaban kepada DPRD.
·
KPUD menetapkan rencana penyelenggaraan
pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah yang meliputi penetapan
tatacara dan jadwal tahapan pilkada, membentuk panitia pemilihan kecamatan
(PPK), panitia pemungutan suara (PPS), kelompok penyelenggara pemungutan suara
(KPPS), serta pemberitahuan dan pendaftaran pemantau.
·
DPRD membentuk panitia pengawas
pemilihan yang terdiri dari kepolisisan, kejaksaan, perguruan tinggi, pers dan
tokoh masyarakat.
Tahap pelaksanaan meliputi :
·
Penetapan daftar pemilih
·
Pengumuman pendaftaran dan penetapan
pasangan calon,
·
Kampanye
·
Masa tenang
·
Pemungutan suara
·
Penghitungan suara
·
Penetapan pasangan calon terpilih
·
Pengusulan pasangan calon terpilih
·
Pengesahan dan pelantikan calon
terpilih.[2]
Penetapan Pemilih
Warga
Negara yang berhak memilih dalam pilkada adalah warga Negara Indonesia yang pada
hari pemungutan suara sudah berumur 17 tahun atau sudah menikah dan terdaftar
sebagai penduduk di daerah yang bersangkutan atau yang telah berdomisili di
daerah yang bersangkutan dalam jangka waktu tertentu.
Selanjutnya,
daftar pemilih pada saat pelaksanaan pemilu terakhir di daerah yang
bersangkutan ditambah pemilih yang baru, ditetapkan sebagai Daftar pemilih
Sementara (DPS). DPS ini diumumkan oleh PPS untuk mendapat tanggapan dari
masyarakat. Pada kesempatan ini, pemilih yang belum terdaftar dalam DPS dapat
mendaftarkan diri ke PPS dan dimuat dalam daftar pemilih tambahan. DPS dan
daftar pemilih tambahan ditetapkan sebagai Daftar Pemilih Tetap (DPT). DPT
disahkan dan diumumkan oleh PPS. Tata cara pelaksanaan pendaftaran pemilih
ditetapkan oelh KPUD.
Peserta Pemilihan
Peserta
dalam Pilkada adalah pasangan calon yang diusulkan oelh partai politik atau
gabungan dari partai politik yang telah memiliki sekurang-kurangnya 15 % kursi
di DPRD dan partai politik atau gabungan dari partai politik diluar DPRD dengan
syarat memiliki akumulasi suara sah pada pemilu legislatif sebelumnya,
sekurang-kurangnya 15 %. Masa pendaftaran pasangan calon berlangsung paling
lama tujuh hari terhitung sejak pengumuman pendaftaran pasangan calon.
Kampanye
Kampanye
adalah merupakan suatu kegiatan yang dilaksanakan dalm rangka penyelenggaraan
pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah. Kempanye dilakukan selama
empat belas hari dan harus berakhir pada saat memasuki masa tenang, yaitu tiga
hari menjelang pemungutan suara dilaksanakan.
Bentuk-bentuk
kampanye yang dapat dilaksanakan dalam masa kampanye adalah ;
1. Pertemuan
terbatas,
2. Tatap
muka,
3. Penyebaran
melalui media cetak dan media elektronik,
4. Penyiaran
melalui radio dan/atau televise
5. Penyebarluasan
bahan kampanye kepada umum,
6. Pemasangan
alat peraga ditempat umum,
7. Rapat
umum,
8. Debat
public/debat terbuka antar calon,
9. Kegiatan
lain yang tidak melanggar peraturan perundang-undangan.
Dalam
kegiatan kampanye, pasangan calon wajib menyampaikan visi, misi, dan program
secara lisan, maupun tertulis kepada masyarakat. Penyampaian materi kampanye
dilakukan dengan cara yang sopan, tertib, dan bersifat edukatif.
Pemungutan suara
Pemungutan
suara dilakukan paling lambat satu bulan sebelum masa jabatan kepala daerah dan
wakil kepala daerah berakhir. Pemungutan suara dilakukan pada hari libur atau
hari yang diliburkan. Pemungutan suara dilakukan dengan cara memberikan suara
melalui surat suara, yang berisi nomor urut, foto, nama pasangan calon. Jumlah
suara yang dicetak sama dengan jumlah pemilih ditambah 2,5 % dari jumlah
pemilih. Tambahan 2,5 % digunakan sebagai cadangan di setiap TPS untuk
mengganti surat suara yang rusak atau salah dicoblos oleh pemilih. Penggunaan
surat suara di setiap TPS harus dibuatkan berita acara.
Apabila
ada pemilih tuna netra, tuna daksa, atau mempunyai halangan fisik lainnya, pada
saat pemberian suara, dapat dibantu petugas kelompok pelaksana pemungutan suara
(KPPS) atau orang lain atas permintaan pemilih yang bersangkutan.
Sebelum
melakukan pemungutan suara, KPPS melakukan :
a. Membuka
kotak suara
b. Mengeluarkan
seluruh isi kotak suara
c. Mengidentifikasi
jenis dokumen dan peralatan
d. Menghitung
jumlah setiap jenis dokumen dan peralatan
e. Menjelaskan
tata cara pemungutan suara.
Kegiatan
tersebut dihadiri oleh saksi dari pasangan calon, panitia pengawas, pemantau,
dan warga masyarakat dan harus dibuatkan berita acaranya yang ditandatangani
oleh ketua KPPS dan dapat pula ikut ditandatangani oleh para saksi dari
pasangan calon.
Penetapan
calon terpilih dan pelantikan
Berdasarkan
berita acara dan sertifikat hasil penghitungan suara, KPU provinsi atau KPU
kabupaten/kota melalui rapat pleno menetapkan calon terpilih dengan ketentuan
sebagai berikut :
1. Pasangan
calon kepala daerah yang memperoleh suara lebih dari 50% dari jumlah suara sah
ditetapkan sebagai pasangan calon terpilih.
2. Apabila
tidak ada pasangan calon yang memperoleh suara lebih dari 50 % dari jumlah
suara sah, pasangan calon yang memperoleh suara lebih dari 25% dari jumlah
suara sah dan memperoleh suara terbesar dinyatakan sebagai psangan calon
terpilih.
3. Apabila
terdapat lebih dari satu pasangan calonyang memperoleh suara yang sama diatas
25% dari suara sah, penentuan pasangan calon terpilih dilakukan berdasarkan
wilayah perolehan suara yang lebih luas.
4. Apabila
tidak ada pasangan calon yang perolehan suaranya mencapai 25% dari suara sah,
dilakukan pemilihan putaran kedua yang diikuti oleh pemenang pertama dan
pemenang kedua.
5. Apabila
pemenang kedua, sebagaimana disbutkan pada poin 4, diperoleh oleh lebih dari
satu pasangan calon, penentuan pasangan calon yang dapat ikut pada putaran
kedua dilakukan berdasarkan wilayah perolehan suara yang lebih luas.
Faktor figur dalam pilkada
Dalam pilkada langsung factor figur
sangat signifikan. Factor figur memainkan peranan penting dalam mendulang
suara. Begitu sentralnya factor figur sehingga tokoh-tokoh yang menganggap
dirinya popular kerap mencalonkan diri sebagai kandidat dalam pilkada.
Sementara bagi mereka yang belum terkenal harus berusaha mensosialisasikan
dirinya ke public lewat berbagai sarana, baik melalui iklan di media massa,
media elektronik, maupun memasang spanduk ditempat strategis. Partai politik
yang mengusung kandidat salah satu pertimbangannya untuk mencalonkan seseorang
juga melihat pada figur yang dicalonkan popular atau tidak dikalangan
masyarakat.[3]
Kecenderungan konflik
Syamsudin
haris mengatakan paling tidak ada 3 faktor sumber konflik potensial, baik
menjelang, saat penyelenggaraan, maupun pengumuman hasil pilkada, yaitu :
1. Konflik
yang bersumber dari mobilisasi politik atas nama etnik, agama, daerah dan
darah.
2. Konflik
yang bersumber dari kampanye negatif antar pasangan calon kepala daerah.
3. Konflik
yang bersumber pada manipulasi dan kecurangan penghitungan suara hasil pilkada.
Sengketa hasil pilkada
Setelah ada revisi terbatas atas UU
no. 34 tahun 2004, masalah sengketa hasil pilkada ada pada mahkamah konstitusi
(MK). Dalam pasal 236C menyebutkan bahwa MK berwenang penanganan sengketa hasil
penghitungan suara pemilihan kepala daerah dari MA dialihkan kepada mahakamah
konstitusi. Dengan adanya perubahan tersebut sesuai dengan tugas dan
kewenangannya. Pasal 10 ayat (1) d UU no. 24 tahun 2003 tentang mahkamah
konstitusi menyebutkan bahwa MK berwenang memutus perselisihan tentang hasil
pemilihan umum. Pilkada merupakan bagian dari pemilihan umum, makan menjadi
tugas MK untuk menangani masalah sengketa hasil pilkada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar